Tragedi Poso – Apakah anda masih ingat tragedi berdarah yang terjadi di Poso? Palu, Sulawesi Tengah. Di sini saya tidak akan mengungkit atau memicu sebuah perdebatan, namun hanya sekedar berbagi sedikit tentang masalah poso yang sampai saat ini tentunya masih meninggalkan luka yang mendalam. Sebenarnya apa akar permasalah Tragedi Poso? Nah jika anda masih bertanya-tanya tentang hal tersebut, pada kesempatan ini awalmula.com berbagi informasi mengenai tragedy poso. Seperti yang dikutip lapmidenpasar.s5.com bahwa akar Masalah Tragedi Poso adalah Agama.
Banyak teori yang beredar mengenai akar masalah tragedi kemanusiaan yang terjadi di Poso. Teori yang banyak dikenal masyarakat adalah masalah pembagian kekuasaan dan sebab agama. Keduanya mempunyai dasar-dasar bukti untuk memperkuat teori masing-masing.
Teori pertama didukung oleh sebagian dari tokoh masyarakat Poso dan Palu yang ditemui Laskarjihad.or.id. Mereka memandang tragedi Poso ini berasal dari power sharing di Poso sendiri. Proses Politik yang menyebabkan pejabat teras di Poso dihuni oleh orang-orang yang seluruhnya beragama Islam dituding sebagai alasan pecahnya tragedi Poso.
Pendapat ini dibantah dengan dua kenyataan yang ada. Kenyataan pertama adalah sejarah yang terjadi di Poso. Sebelum tahun 1995 Poso tidak pernah rusuh walaupun yang menjadi pejabat teras semuanya adalah orang-orang Kristen. Damainya Poso waktu itu, menunjukkan kaum Muslimin tidak pernah mempermasalahkan tentang pembagian kekuasaan, tandas Najmuddin Ramly, Ketua PP Pemuda Muhammadiyah. Kedua adalah kesimpulan dari alasan pertama, yaitu Kristen menolak jika pejabat Poso dikuasai oleh Islam seluruhnya.
Teori yang kedua menyatakan bahwa tragedi Poso terjadi karena sebab agama. Pendapat ini diperkuat oleh alasan pembagian kekuasaan diatas. Selain itu ada beberapa kenyataan lain yang mendukung teori ini. Menurut Tajwin Ibrahim, SH, Ketua Serikat Paralegal Muslim (SPM), ada beberapa poin yang menjadi indikasi adanya pengaruh agama dalam pecahnya tragedi kemanusiaan di Poso.
Tajwin melihat bahwa program Kristenisasi yang mereka terapkan telah merubah strateginya. Selama puluhan tahun mereka menempuh jalur ‘halus’ ternyata gagal dengan semakin kecilnya prosentase umat Kristen di Kabupaten Poso. Karena gagal dengan cara ‘halus’ , kemudian menempuh cara kekerasan dengan berusaha mengusir kaum Muslimin yang ada di kabupaten Poso.
Indikasi pertama pengaruh agama adalah adanya Laskar Kristus yang berusaha memasuki kota Poso pada tragedi jilid I, 28 Desember 1998. Laskar yang dipimpin oleh Herman Parimo itu memakai alasan akan mengadakan pawai natal. Pengumpulan massa dan pengadaan persenjataan tidak mungkin ada, tanpa persiapan terlebih dahulu dan hal itu pun tidak akan mungkin berjalan tanpa restu dari tokoh agama Kristen.
Indikasi kedua adalah tuntutan tidak realistis dari 171 pendeta kepala pemerintah untuk mendirikan Kabupaten Pamona. Tuntutan ini berusaha membagi wilayah Poso berdasarkan agama. Secara de facto hal ini sebenarnya sudah terwujud di Tentena, Kecamatan Pamona Utara. Dimana kaum Mulim tidak bisa masuk kesana.
Dan mereka menghendaki, kota kabupaten Poso dibagi menjadi dua, sebagian daerah menjadi milik Kristen. Jika hal ini sampai dipenuhi, besoknya mngkin mereka akan menuntut daerahnya menjadi negara sendiri.
Indikasi ketiga adanya pemaksaan untuk masuk Kristen terhadap umat Islam yang mereka tawan. Dalam kasus ini, Tajwin Ibrahim menyontohkan seorang Imam Masjid yang dipaksa masuk Kristen. Saat ini Imam tersebut berada di Palu. Hal ini menunjukkan bahwa motivasi mereka sebenarnya adalah Kristenisasi, hanya saja dikemas dalam baju kerusuhan SARA.
Indikasi keempat adanya anggapan Gereja dunia atas gagalnya Tentena menjadi Pusat Kristenisasi di daerah Sulawesi sebelum terjadi tragedi kemanusiaan di Poso. Opini ini berkembang berdasarkan data dari PBB yang menunjukkan bahwa jumlah umat Kristen di Kabupaten Poso menurun dari 75% menjadi hanya sekitar 30%. Ini suatu kegagalan bagi mereka yang akhirnya menempuh cara kekerasan, tandas Tajwin.
Dari beberapa sumber, Laskarjihad.or.id mendapat informasi bahwa pada saat perayaan natal di Tentena yang menghadirkan tokoh-tokoh gereja dari seluruh dunia, mereka dikejutkan dengan adanya suara adzan di Tentena. Hal ini menimbulkan kemarahan tokoh-tokoh Gereja tersebut dan menganggap Tentena telah gagal dalam program Kristenisasinya.
Indikasi kelima adalah keterlibatan pihak Gereja. Diantaranya sewaktu ada pengiriman delegasi Tana poso untuk rekonsiliasi yang dikomandoi GKST (Gereja Kristen Sulawesi Tengah). Damanik menolak saat mobilnya akan diperiksa. “Ini tentu saja ada apa-apanya. Terbukti setelah itu pecah peristiwa Buyung Katedo”, Tutur Tajwin.
“Ini Hanya sebagian dari bukti kuat, kentalnya faktor agama di dalam tragedi Poso. Masih banyak lagi kasus lain yang menunjukkan hal itu,” Tandasnya. (Sumber: lapmidenpasar.s5.com)
Kronologi Tragedi Poso
Ini adalah keronologis Tragedi Poso yang terakhir, kerusuhan yang terjadi untuk ketiga kalinya, dengan rentetan kejadian-kejadian sebagai berikut :
Senin 22 Mei 2000
Berjaga-Jaga
Suatu ketika terbetik berita bahwa pasukan crusader dengan menggunakan seragam ninja akan melakukan aksi dendam terhadap warga muslim di Poso, dan malam itu segenap warga berjaga-jaga untuk mewaspadai timbulnya kemungkinan-kemungkinan yang tidak diharapkan. Mereka membuat pos-pos kewaspadaan secara suka-rela guna membantu tugas aparat menjaga keamanan kota.
Ditidurkan Oleh Petugas Pemda Serta Aparat
Sekitar Pk. 21.00 malam : Pemda Poso mengeluarkan pengumuman melaui mobil unit penerangan yang dikawal oleh mobil dinas camat Poso-kota serta mobil patroli Polisi. Mengumumkan kepada segenap masyarakat muslim kota Poso dan sekitarnya, bahwa berdasarkan laporan dari camat Pamona-Utara serta Polsek Pamona utara, tidak membenarkan (membantah) isyu adanya massa yang turun dari Tentena untuk menyerang warga Muslim di Kota Poso. Selanjutnya dalam pengumuman tersebut dikatakan ; Dan diharapkan kepada masyarakat Poso dan sekitarnya supaya tenang, dan keamanan dijamin oleh Muspida Poso dan aparat keamanan setempat.
Selasa 23 Mei 2000
Serangan Itu Datang Saat Warga Terpulas Dalam Lelap
Dalam embun yang dingin itu, dari balik bukit yang melingkari sebagian kota Poso, ayam-ayam hutan mulai berkokok merdu dan lantang membangunkan warga muslim disekitarnya untuk berwudhu dan menyembah Tuhan diwaktu subuh.
Bersamaan dengan itu terdengar dentingan-dentingan hingar bingar suara tiang-tiang listrik yang sengaja diketuk bertubi-tubi sebagai isyarat bahwa barisan sang angkara murka telah memasuki pintu gerbang kota Poso.
Warga muslim yang masih gelagapan dari lelap dikala itu merasa sangat bingung dan sedikit panik, dikarenakan ibadah tempur dan ibadah sholat datang pada waktu yang bersamaan. Beberapa saat muslim-muslim itu masih dalam kebimbangan untuk memilih apa yang harus didahulukan antara berjihad atau sholat subuh, disebabkan kedua masalah itu merupakan ibadah wajib. Momentum tersebutlah yang dimanfaatkan pasukan ninja yang dipimpin oleh seorang residivis bernama Kornelis Tibo melancarkan aksi biadab merek. sumber:
awalmula.com